Monday, August 27, 2012

Pondok Pesantren Annuqayah Sumenep


Pondok Pesantren Annuqayah berada di desa Guluk-Guluk, Kecamatan Guluk-guluk Kabupaten Sumenep, kabupaten paling timur di pulau Madura. Sedangkan letak Kecamatan Guluk-Guluk berada pada paling barat kecamatan yang ada di kabupaten Sumenep, berjarak sekitar 30 km dari kota Sumenep, berbatasan dengan Kecamatan Pakong, Kabupaten Pamekasan.

Secara geografis, desa Guluk-guluk berada di antara 6°00′-7°30′ dengan ketinggian ± 117 meter dari permukaan laut, dengan luas wilayah 1.675.955 ha dari luas kecamatan Guluk-Guluk yang memiliki lahan seluas 6.691.316 ha. 

Wilayah yang cukup luas ini ternyata tidak memberikan harapan penghidupan bagi masyarakat Guluk-guluk karena susunan tanahnya , sebagaimana daerah Madura lainnya cenderung terdiri dari batu-batu berkapur (lime store rock) dan sebagian besar tanahnya berjenis mediteran. Sedangkan curah hujan rata-rata pertahunnya 2176 mm, dengan jumlah hariannya kurang lebih 100 hari per tahun.

B. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Annuqayah
 
Pondok Pesantren Annuqayah yang berlokasi di Guluk-Guluk Sumenep Madura didirikan pada tahun 1887. Pendirinya K.H. Moh. Syarqawi. Beliau lahir di Kudus Jawa tengah. Kiai Syarqawi muda sebelum mendirikan pesantren pernah menuntut ilmu di berbagai pesantren di Madura, Pontianak, merantau ke Malaysia, Patani (Thailand Selatan), dan bermukim di Mekah. Pengembaraan beliau dalam menuntut ilmu tersebut dilakukan selama sekitar 13 tahun.
 
Dalam kiprahnya menyebarkan ilmu, Kiai Syarqawi mula-mula membuka pengajian al-Qur’an dan kitab-kitab klasik di Prenduan Sumenep. 14 tahun kemudian, Kiai Syarqawi bersama dua istrinya dan K Bukhari (putra dari isteri pertama) pindah ke Guluk-Guluk dengan maksud mendirikan pesantren. Atas bantuan seorang saudagar kaya bernama H. Abdul Aziz, beliau diberi sebidang tanah dan bahan bangunan. Di atas sebidang tanah itu, beliau mendirikan rumah tinggal dan sebuah langgar. Tempat ini kemudian disebut Dalem Tenga. Selain itu, beliau juga membangun tempat tinggal untuk isterinya yang ketiga, Nyai Qamariyah berjarak sekitar 200 meter ke arah barat dari Dalem Tenga. Kediaman Nyai Qamariyah ini kemudian dikenal dengan Lubangsa.
 
Di langgar itulah Kiai Syarqawi mulai mengajar membaca al-Qur’an dan dasar-dasar ilmu agama. Tempat itulah yang merupakan cikal bakal PP Annuqayah. Sekitar 23 tahun Kiai Syarqawi memimpin pesantren Annuqayah. Setelah Kiai Syarqawi meninggal dunia pada bulan Januari 1911, pesantren dipimpin oleh putra beliau dari isteri pertama, K.H. Bukhari, yang dibantu oleh K.H. Moh. Idris dan K.H. Imam.
 
Mulai tahun 1917, kepemimpinan pesantren dilanjutkan oleh salah seorang putra Kiai Syarqawi, yakni K.H. Moh. Ilyas. Pada masa kepemimpinan Kiai Ilyas inilah, Annuqayah mengalami banyak perkembangan, misalnya pola pendekatan masyarakat, sistem pendidikan dan pola hubungan dengan birokrasi pemerintah. Perkembangan lain yang terjadi adalah ketika pada tahun 1923 K. Abdullah Sajjad, saudara Kiai Ilyas, membuka pesantren sendiri. Tempat baru itu kemudian dikenal dengan nama Latee ini berjarak sekitar 100 meter di sebelah timur kediaman K. Ilyas. Sejak K. Abdullah Sajjad membuka pesantren sendiri, pesantren-pesantren daerah di Annuqayah terus berkembang dan bermunculan, sehingga sekarang Annuqayah tampak sebagai “pesantren federasi”.
 
Setelah Kiai Ilyas meninggal dunia di penghujung 1959, kepemimpinan di Annuqayah untuk selanjutnya berbentuk kolektif, yang terdiri dari para kiai sepuh generasi ketiga. Sepeninggal Kiai Ilyas, kepemimpinan kolektif Annuqayah diketuai oleh K.H. Moh. Amir Ilyas (w. 1996), dan kemudian dilanjutkan oleh K.H. Ahmad Basyir AS.

C. Perkembangan Pondok Pesantren Annuqayah.
 
Annuqayah merupakan pesantren yang berbentuk federasi. Hal itu dimulai sejak Kyai Abdullah Sajjad mendirikan pesantren sendiri yang bernama Latee pada tahun 1923. Inisiatif itu dilakukan ketika Annuqayah daerah Lubangsa yang didirikan Kyai Syarqawi tidak mampu lagi menampung santrinya. Berdirinya daerah Latee kemudian diikuti oleh berdirinya daerah-daerah lain. Hingga tahun 1972 Annuqayah sudah terdiri dari lima daerah yang seluruhnya diasuh oleh keturunan dan menantu Kyai Syarqawi, sebagaimana pada tabel berikut:

PERKEMBANGAN DAERAH
PONDOK PESANTREN ANNUQAYAH
DARI PERIODE 1887 – 1978
Pada tahun 1978, luas areal tanah pesantren hanya sekitar 2,5 ha. Di atasnya berdiri kurang lebih 150 asrama santri yang hampir seluruhnya terdiri dari bangunan kecil terbuat dari bambu, dihuni oleh 981 orang santri yang menetap, diasuh oleh enam orang kyai dan 44 tenaga pengajar. Juga terdapat 325 santri kalong yang setiap pagi belajar pada sekolah formal yang terdiri dari tingkat Ibtidaiyah dan Muallimin enam tahun. Santri-santri itu sebagian besar berasal dari Kabupaten Sumenep dan yang lain berasal dari beberapa Kabupaten di Jawa Timur yang memang bearasal dari keturunan Madura. Selain dari pendidikan formal tersebut, pengajaran dengan sistem lama; wetonan dan sorogan pun tetap berjalan biasa. Selain itu, terdapat pula pendidikan ketrampilan yang mulai digalakkan oleh pemerintah pada awal tahun 1970-an.
 
Pada waktu itu Annuqayah memiliki satu masjid dan tiga mushalla, dua gedung madrasah dengan enam ruang sederhana. Dan juga terdapat sebuah kantor dengan dua ruang yang digunakan sebagai kantor pesantren, madrasah ibtidaiyah, madrasah muallimin dan sebuah ruang workshop.
 
Selama hampir 30 tahun dari tahun 1950 sampai akhir tahun 1970-an, perkembangan Pesantren Annuqayah sangat lambat. Tidak ada perubahan yang signifikan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Perkembangan Annuqayah kembali pesat setelah periode itu hingga tahun 1980-an akhir. Perkembangan jumlah santri dapat dilihat pada tabel berikut:

PERKEMBANGAN JUMLAH SANTRI ANNUQAYAH
SELAMA 10 TAHUN TERAKHIR (1978 – 1989)
Pertumbuhan jumlah santri seiring dengan bertambahnya jumlah daerah-daerah yang merupakan bagian integral dari pesantren Annuqayah. Daerah-daerah itu berdiri lebih banyak disebabkan oleh tuntutan masyarakat terhadap kiai yang bersangkutan untuk mendirikan pesantren. Hal itu biasanya terjadi setelah kiai itu menikah dan membangun kediaman sendiri di sekitar pesantren. Dengan adanya tempat baru itu, secara berangsung-angsur datang masyarakat yang ingin belajar agama bahkan menetap/mondok, sehingga saat ini Annuqayah telah terdiri dari 26 daerah. Berikut ini data jumlah santri dari daerah-daerah tersebut.

DATA JUMLAH SANTRI DI PESANTREN DAERAH
PONDOK PESANTREN ANNUQAYAH

 
D. Organisasi Pengelola
 
Pesantren Annuqayah dapat disebut sebagai pesantren federal yang saat ini mengelola 26 pesantren daerah (kepengasuhan). Daerah-daerah tersebut memiliki hak otonom dan kedaulatan penuh. Masing-masing memiliki kiai, ustadz, santri, pondok, mushalla/masjid, serta tata aturan sendiri-sendiri. Akan tetapi, setiap daerah membawa satu bendera atas nama Annuqayah.
 
Ada 4 (empat) faktor yang mengikat seluruh daerah menjadi satu kesatuan integral. Pertama, masing-masing daerah dipimpin oleh saudara seketurunan dari pendiri pesantren ini. Kedua, hampir seluruh santri belajar di sekolah formal yang dikelola secara kolektif, mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak hingga Perguruan Tinggi. Ketiga, semua santri mengikuti program-program yang dilaksanakan oleh Pondok Pesantren Annuqayah. Keempat, seluruh daerah berada dalam satu kepengurusan (kelembagaan).
 
 Pengelolaan berbagai aktivitas kepesantrenan di Annuqayah saat ini dikelola oleh dua organisasi utama, yaitu Pondok Pesantren Annuqayah dan Yayasan Annuqayah. Dua organisasi ini masing-masing berdiri sendiri secara sejajar dan masing-masing menangani seluruh sub-sub lembaga di bawahnya serta unit-unit kegiatan menurut bidangnya.

1. Pondok Pesantren Annuqayah.
Lembaga ini berupa kepengurusan yang terstruktur, terdiri dari Dewan Pengasuh, Pengurus Harian dibantu oleh bidang kesekretariatan atau petugas administrasi yang berkenaan dengan unit-unit kegiatan yang berupa biro-biro yang ada di ba‏wahnya. Biro ini membawahi unit-unit kegiatan santri, seperti program khusus pendidikan bahasa asing, pendidikan kepesantrenan, kesehatan dan lingkungan, pramuka, jurnalistik, pembinaan ketrampilan, perpustakaan, penerbitan, pengabdian masyarakat, dan lain-lain. Ada juga biro yang menangani pembangunan sarana dan prasarana fisik di lingkungan pesantren.
 
Dewan Pengasuh, yang terdiri dari tujuh kiai sepuh, merupakan jajaran pimpinan yang pemegang kebijakan tertinggi sekaligus membina pelaksanaan kegiatan pendidikan dan kepesantrenan. Sementara Pengurus Harian merupakan pelaksana kebijakan-kebijakan Dewan Pengasuh, serta mengatur tata tugas dan pendelegasian tugas melalui organ-organ di bawahnya, menurut aturan mekanisme kerja yang telah ditentukan.
 
Berikut ini personalia pengurus Pondok Pesantren Annuqayah Masa Bakti 2006-2010.

DEWAN PENGASUH
1. KH. Ahmad Basyir AS. (Ketua)
2. KH. Moh. Mahfoudh Husaini
3. KH. Moh. Ishomuddin AS.
4. Drs. K.H. Warits Ilyas
5. KH. A. Muqsith Idris
6. KH. A. Basith AS. BA.
7. KH. Abbasi Ali

PENGURUS HARIAN
Ketua : K.H. A. Hanif Hasan
Wakil Ketua I : K.H. A. Naufal Ashiem
Wakil Ketua II : K.H. A. Hamidi Hasan
Wakil Ketua III : K.H. Muhammad Muhsin Amir
Wakil Ketua IV : K. Alawi Thaha
Sekretaris : K. M. Mushthafa
Wakil Sekretaris : K. Muhammad-Affan
Bendahara : K. M. Hazmi Basyir
Wakil Bendahara : K. M. Halimi Ishom

BIRO-BIRO
1. Biro Pendidikan Kepesantrenan/Non-Formal : K. A. Muhajir Bahruddin
2. Biro Pembinaan Bahasa : K. A. Farid Hasan
3. Biro Pembinaan Minat dan Keorganisasian Santri : K. A. Faidli Abbasi
4. Biro Pendidikan Keterampilan dan Kewirausahaan : Amir Thaha
5. Biro Keamanan dan Ketertiban : K. A. Syauqi Ishom
6. Biro Kesehatan, Lingkungan Hidup,
dan Pengabdian kepada Masyarakat : K. M. Zamiel el-Muttaqien
7. Biro Sarana dan Prasarana : Mumdarin
8. Biro Humas, Publikasi, dan Alumni : K. A. Maimun Syamsuddin

2. Yayasan Annuqayah
Lembaga ini didirikan pada tahun 1984. Pada awalnya alasan pendirian yayasan dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan mendirikan sekolah tinggi. Tetapi akhirnya tugasnya diperluas mengelola pendidikan dasar dan menengah. Selain itu, Yayasan Annuqayah memiliki unit usaha pertokoan, home industri, tambak, pertanian dan perkebunan, yang menjadi aset dan sumber penghasilan yayasan.
 
Struktur kepengurusan Yayasan Annuqayah terdiri dari Dewan Pembina yang beranggotakan kiai sepuh, Dewan Pengawas, dan Pengurus Harian dengan dibantu sekretariat dan bidang-bidang. Sejak tahun 2006 ini, Yayasan tidak lagi mengelola aktivitas pendidikan di lingkungan Annuqayah, tetapi lebih fokus menangani pengelolaan aset dan usaha yang diarahkan sebagai sumber dana atau pembiayaan aktivitas pesantren.
 
Berikut ini personalia pengurus Yayasan Annuqayah Masa Bakti 2006-2011.

Dewan Pembina
1. KH. Ahmad Basyir AS.
2. KH. Moh. Mahfoudh Husaini
3. KH. Moh. Ishomuddin AS.
4. Drs. K.H. Warits Ilyas
5. KH. A. Muqsith Idris
6. KH. A. Basith AS. BA.
7. KH. Abbasi Ali

Dewan Pengawas
1. KH. Abd. A`la
2. KH. A. Naufal Ashiem
3. KH. Hamidi Hasan
4. KH. Baihaqi Syafiuddin
5. K. Zainuddin
 
Pengurus Harian
Ketua : H. A. Panji Taufiq
Wakil Ketua : Drs. Taufiqurrahman
Sekretaris : K. M. Ainul Yaqin
Wakil Sekretaris : Muhammad Afnan
                         : Moh. Miftahunaim, S.H. I.
Bendahara : KH. Ahmad Hazim
Wakil Bendahara : H. Asnawi Sholeh

Bidang-bidang
Bidang Pertanahan: : Fathorrahiem, S. Pd. I.
                                H. Imam Mahdi
                                H. Helmi
Bidang Pertokoan : H. Hasbi Musyaffa’
                             H. A. Dauri, S. Ag.
Bidang Donatur : Jamal Rowi
                           H. Zubairi
                          Yusri Fath, S. Ag.

E. Kegiatan Pendidikan dan Ciri Khas
 
1. Pendidikan Sekolah
Pendidikan dengan sistem kelas/sekolah di Pesantren Annuqayah dimulai pada tahun 1933, dirintis oleh K.H. Khazin Ilyas, setelah menamatkan studinya di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang. Pada waktu itu Kiai Khazin mendirikan madrasah secara sederhana, sehingga mencapai 3 (tiga) kelas, yang kurikulumnya kira-kira sederajat dengan tingkat Madrasah Tsanawiyah.
 
Perubahan ini ditindaklanjuti oleh K.H. Moh. Mahfoudh Husaini (menantu K.H. Abdullah Sajjad), dengan melakukan perubahan sistem pendidikan di Pondok Pesantren Annuqayah, dari sistem pendidikan madrasah salafi menjadi pendidikan madrasah formal. Maka pada tahun 1951 didirikanlah Madrasah Tsanawiyah.
 
Pada perkembangan selanjutnya, di bawah pimpinan K.H. M. Amir Ilyas, Madrasah Tsanawiyah diubah menjadi Madrasah Muallimin (empat tahun), kemudian pada tahun 1967 disempurnakan menjadi Madrasah Muallimin lengkap (enam tahun). Namun akhirnya, untuk menyesuaikan dengan peraturan pemerintah, pada tahun 1979 Madrasah Muallimin lengkap diubah menjadi Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah, sehingga pada tahun itu pula ada 3 tingkatan pendidikan (madrasah) di Annuqayah yaitu, MI, MTs dan MA.
Dalam perkembangan selanjutnya, pada tanggal 13 Oktober 1984 Annuqayah mendirikan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) dengan satu fakultas, yakni syariah. Pada 5 September 1986, PTAI ini diubah menjadi STISA (Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Annuqayah). Kemudian pada tahun berikutnya Pondok Pesantren Annuqayah membuka satu fakultas baru yaitu fakultas Tarbiyah dengan nama STITA (Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Annuqayah). Pada tahun 1996, STISA dan STITA dijadikan satu sekolah tinggi, dengan nama Sekolah Tinggi Agama Islam (STIKA) dengan status terakreditasi pada bulan Nopember 2000.
 
Pada tahun 1986, semakin lengkaplah jenjang pendidikan yang ada di Pondok Pesantren Annuqayah dengan didirikannya Taman Kanak-kanak “Bina Anaprasa” dengan bekerjasama dengan PKBI dan Japan Internasional Exchange of Culture (JIEC)
 
Dari semua jenjang pendidikan formal yang ada di Annuqayah, sebagian besar memakai kurikulum Departemen Agama (Depag) yang diakomodasikan dengan kurikulum Pondok Pesantren Annuqayah. Dari sistem kurikulum ini hanya untuk pelajaran yang sifatnya mata pelajaran umum yang mempergunakan kurikulum Depag, sedangkan untuk mata pelajaran adalah mempergunakan kurikulum Pondok Pesantren Annuqayah dengan mempergunakan kitab-kitab klasikal berbahasa Arab (kitab kuning). Namun ada juga yang secara formal langsung berkiblat pada kurikulum Depag.
 
Secara umum lembaga pendidikan formal di Pondok Pesantren Annuqayah merupakan perpaduan antara model dan sistem pendidikan yang klasikal-tradisional dan sistem modern, yaitu dengan mempertahankan tradisi keilmuan salafiyah yang dipadukan dengan pola dan metode modern yang dianggap masih relevan dan pada akhirnya dimaksudkan sebagai peningkatan kualitas pendidikan di Pondok Pesantren Annuqayah.

DATA SISWA PONDOK PESANTREN ANNUQAYAH
GULUK-GULUK SUMENEP MADURA

 
2. Pendidikan Nonformal
Tanpa meninggalkan tradisi kepesantrenan, Pondok Pesantren Annuqayah terus mengembangkan tradisi pendidikan wetonan dan sorogan pada jam-jam di luar pendidikan formal, yaitu dengan pengajian kitab klasikal. Bidang – bidang kajiannya pun terbatas pada materi keagamaan seperti, kajian tafsir, hadist, fiqh, akhlak/tasawuf, dan ilmu alat, seperti ilmu nahwu dan ilmu sharraf. Hal ini juga didukung dengan kegiatan pengkajian keagamaan dengan bahtsul masail (kajian masalah hukum keagamaan) yang sampai saat ini tetap masih dipertahankan oleh Pondok Pesantren Annuqayah.
 
Kegiatan ini biasanya dilaksakan pada sore hari atau pagi hari (sebelum jam sekolah formal) oleh sebagian besar santri mukim (yang menetap di Pondok Pesantren), disamping para santri yang kalong (tidak menetap di Pondok Pesantren).
 
Selain pengajian kitab klasik/kitab kuning tersebut, Pondok Pesantren Annuqayah sudah mengembangkan pendidikan semi formal dengan diaktifkannya Madrasah Diniyah. Madrasah ini dikembangkan oleh masing-masing daerah yang ada di Pondok Pesantren Annuqayah yang dilaksanakan pada malam hari (dari ba’da Maghrib sampai dengan jam 20.30 WIB) dan diwajibkan bagi semua santri.
 
Pendidikan ini murni mandiri tanpa menggantungkan pada pihak siapapun, baik pengelolaan sampai dengan kurikulum yang dipakai. Sehingga kurikulum yang dipakai mempergunakan kurikulum yang dibuat sendiri oleh Pondok Pesantren Annuqayah dengan materi pelajaran khusus keagamaan.
Sedangkan tingkatan yang ada selama ini adalah dari tingkat Awwaliyah/Dasar (6 tingkat kelas) dan tingkat Wustha/Menengah (3 tingkat kelas).

F. Kegiatan Ekstra Kurikuler / Kursus / Keterampilan
 
Disamping mengedepankan pendidikan tradisional-non formal, pesantren Annuqayah juga mengembangkan pendidikan formal. Dari pola pendidikan formal tersebut mulai dikembangkan kegiatan-kegiatan intra sekolah (ekstra kurikuler), dan ekstra sekolah (unit siswa/santri). Disamping adanya lembaga kursus – kursus dan beberapa unit keterampilan yang diselenggarakan oleh pesantren.
 
Hal ini sebenarnya berangkat dari upaya untuk bisa memenuhi kebutuhan santri dalam mengimbangi pendidikan yang ada didalam pesantren. Kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
 
1. Kepramukaan
Keberadaan pramuka di Pondok Pesantren Annuqayah berawal dari ide dasar dari K.H. Amir Ilyas pada tahun 1984. Secara historis gerakan pramuka merupakan suatu fenomena yang universal, dimana pramuka selalu menjadi faktor dominan dalam membentuk arah pembangunan nasional. Walaupun dikaitkan dengan masalah biologis, namun disisi lain pramuka mempunyai segi – segi yang bersifat kultural, psikologis, demografis dan politis sehingga pramuka mendapatkan predikat sebagai pelaku perubahan.
 
Dari hal tersebut, gerakan pramuka Gudep Sumenep 0761/0762 Pondok Pesantren Annuqayah merupakan suatu alat pendidikan non formal dari kegiatan yang dilaksanakan setiap minggu. Dengan di isi kegiatan yang kreatif, inovatif, antraktif, produktif dan rekreatif serta mengembangkan jiwa kemandirian, keterampilan, ilmu pengetahuan dan potensi kepemimpinan.
 
Sedangkan data jumlah anggota yang ada selama ini adalah 216 santri anggota tetap, yang terdiri dari penggalang putra 80, santri putra (8 regu / 2 pasukan), penegak putra 40, santri (4 Sangga / 1 Ambalan) dan penggalang putri 80, santri (8 regu / 2 pasukan), penegak putri, 16 santri (2 Sangga / 1 Ambalan) serta 25 orang pembina putera (2 mahir dan 23 pembantu) dan 6 orang pembina putri (3 orang pembina mahir dan 3 orang pembina pembantu).
 
2. Markaz Dirosah Allughah Al-Arabiyah
Historis berdirinya lembaga bahasa Arab berawal dari signifikannya bahasa Arab di pondok pesantren, termasuk juga di Pondok Pesantren Annuqayah.
Pengembangan bahasa Arab di Annuqayah sebenarnya dirintis di era 70 – an, yaitu mulai keikutsertaan pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah (diantaranya K.H. A. Basith AS, BA dan K.H. A. Wadud Munir) pada penataran bahasa Arab yang diadakan di masjid Al-Falah Surabaya, sehingga anggota dari pengembangan bahasa Arab tersebut masih terbatas kepada para masyayikh dengan metode turjumah kedalam bahasa Indonesia.
 
Tapi pada periode 1989, tepatnya tanggal 2 Agustus, pengembangan bahasa Arab itu mulai dikoordinir dengan perencanaan dan pengembangan program yang dilaksanakan dalam bentuk pola pengembangan yang lebih terorganisir dengan nama “Markaz Dirosah Allughah Al-Arabiyah”.
Sedangkan materi yang diberikan adalah dengan sistem mahfudhat, al-turjumah, insya’ dan muhadatsah dengan melaksanakan kegiatan kursus yang dilaksanakan setiap minggu dengan empat kali pertemuan serta juga dengan mengaktifkan budaya berbicara bahasa arab dikalangan santri Pondok Pesantren Annuqayah.
 
3. English Education Program Pondok Pesantren Annuqayah (EEP-PPA)
Bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi internasional dirasa sebagai sesuatu yang signifikan, sehingga sekitar tahun 1953 beberapa pengasuh mulai belajar bahasa Inggris. Komitmen untuk mengembangkan bahasa Inggris di Pondok Pesantren Annuqayah semakin kuat, pada tahun 80-an Pondok Pesantren Annuqayah melakukan kerjasama dengan The Asia Foundation dan Volunters in Asia (VIA). Dengan kerjasama tersebut pada tahun 1983. Pondok Pesantren Annuqayah mendapatkan bantuan tenaga pengajar asing pertama, Thomas Hutchin untuk mengajar selama empat tahun (1983-1987).
 
Kemudian secara berkala samapai dengan tahun 1995, Pondok Pesantren Annuqayah menerima 5 orang tenaga pengajar (Miss Diance, Refael Reyse, Robert Bedecker, Brian Harmon dan Jeffry Robert Anderson dan terakhir Miss Margareth and John [AVI]). Native speaker pertama (Thomas Hutchin) sempat menyusun buku Kamus dan Tata Bahasa (2 jilid) serta buku bahasa Inggris untuk pemula yang sampai saat ini masih dipergunakan mengembangkan bahasa Inggris.
 
4. Kursus Komputer Annuqayah
Teknologi informatika telah menuntut banyak perhatian yang lebih besar dari setiap generasi ke generasi. Dan berangkat dari hal tersebut santri Annuqayah yang nota bene merupakan salah satu faktor penentu di era globalisasi juga dituntut untuk bisa berperan aktif dalam menghadapi tantangan tersebut.
Dengan semakin pesatnya perhatian santri untuk bisa ikut dalam kursus ini semakin menjadi indikasi bahwa santri sudah siap untuk menghadapi dunia baru di abad XXI. Oleh karena itu pada tahun 1994 dibukalah kursus komputer bagi santri Annuqayah walaupun dengan prasana yang cukup terbatas sekali.
 
5. Kursus Mengetik Dasar Pondok Pesantren Annuqayah (KMD-PPA)
Kursus Megetik di Pondok Pesantren Annuqayah adalah hasil usaha dari salah seorang native speaker bahasa Inggris, yaitu Thomas Hucthins pada tahun 1984. Dari usaha inilah Pondok Pesantren Annuqayah berusaha untuk lebih mengembangkan keberadaan Kursus Mengetik Dasar ini bagi santri dengan melakukan kerjasama sebagai mitra kerja dengan Depnaker Kabupaten Sumenep.
 
Secara indirect tujuan program kerja KMD ini adalah pemberdayaan skill manajerial dan administrasi yang nantinya dapat mengarahkan santri untuk mempunyai keterampilan yang berkualitas, terampil, kretif dan progresif.
 
Sedangkan tenaga pembimbing dari Kursus Mengetik Dasar ini adalah berasal dari santri Pondok Pesantren Annuqayah dengan jumlah sekitar 10 orang.
 
6. Tailor 
Variasi kegiatan keterampilan yang ada di Pondok Pesantren Annuqayah juga dibuktikan dengan adanya keterampilan jahit menjahit yang dikembangkan dengan membuka usaha tailor untuk pesanan.
Potensi ini merupakan langkah dari usaha Pondok Pesantren Annuqayah dalam membuka peluang kepribadian santri untuk dapat menyalurkan skill yang dimiliki. Kendati ada beberapa hambatan karena keterbatasan sarana dan prasarana, tetapi kegiatan ini mulai meng-cover diri dengan kegiatan – kegiatan yang lebih kongkrit.

7. Fotografi
Keterampilan fotografi merupakan lembaga keterampilan yang masih dikelola dibawah nauangan Yayasan Annuqayah. Perkembangan keterampilan fotografi setiap tahunnya tak seberapa. Hal ini disebabkan masalah perlengkapan teknis dan perangkat-perangkat fotografi yang kurang memadai.
Sedangkan konsumen lembaga fotografi ini lebih banyak pada santri yang berdomisili di Pondok Pesantren Annuqayah atau juga ada sebagian masyarakat yang di sekitar Pondok Pesantren Annuqayah atau diluar daerah kecamatan.
 
8. Jamiyatul Qurra’
Keberadaan Jamiyatul Qurra’ merupakan potensi tersendiri yang ada di Pondok Pesantren Annuqayah. Sebab dengan adanya ini, sangat dimunkinkan sekali bahwa santri yang mempunyai keterampilan olah vokal dalam tilawatil qur’an dapat melatih suara dan seni membaca di Jamayatul qur’an. Jamiyatul qurra’ ini mula-mula dirintis oleh K.H. Amir Ilyas pada tahun 1981. Sedangkan instruktur yang melatih para santri adalah Ust. Mudda’ie (Qari’ terbaik nasional MTQ 1998) dibantu beberapa pembimbing lainnya, dengan peserta Jamiyatul Qurra’ 110 santri putra dan putri.
 
9. Sanggar Seni 
Potensi seni dikalangan santri juga menjadi perhatian dari para Pengurus Pondok Pesantren Annuqayah. Hal ini terbukti dengan munculnya sanggar-sanggar seni, yang selama 5 tahun terakhir sudah berjumlah 6 sanggar seni yang berbeda antara santri putera dan puteri. Diantara sanggar-sanggar seni yang ada selama ini adalah Sanggar Kreasi Seni Islami (SaKSI-putera), sanggar Andalas (putera), sanggar Nurani (putera), Sanggar Al-Zalzalah (puteri), sanggar “Pajjer Laggu” (puteri) dan sanggar jejak (puteri)
 
Kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan pun juga beragam, dari kegiatan-kegiatan pementasan theater, peluncuran antologi, perlombaan-perlombaan seni sampai dengan pengadaan bedah buku seni, simposium dan seminar-seminar.

G. Kegiatan Ekonomi Dan Pengembangan Masyarakat
 
Pondok Pesantren Annuqayah merupakan lembaga pendidikan keagamaan yang memiliki konsern terhadap pengembangan ekonomi dan kemasyarakatan. Sebagai sebuah institusi ia membutuhkan sumber-sumber ekonomi untuk menjalankan kegiatannya di samping sebagai upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat. Adapun kegiatan-kegiatannya sebagai berikut:

1. Unit usaha produktif
 
Unit usaha pesantren terdiri lima jenis, yaitu:
1. Usaha pertokoan dan jasa
2. Pertanian/perkebunan
3. Peternakan
4. Home industri yang berbasis pada hasil pertanian.
5. Penanaman modal.
6. Tambak
 
Usaha pertokoan, terdiri dari tiga unit, yang terdiri dari toko alat-alat sekolah, toko kain dan konfeksi dan toko kelontong yang menyediakan kebutuhan sehari-hari. Seluruhnya terletak di luar lokasi pesantren dan dioperasikan oleh ustadz pesantren yang sudah berkeluarga dan anggota masyarakat yang menjadi binaan pesantren. Sedangkan usaha dalam bentuk jasa adalah berupa jasa angkutan; dua unit mobil station. Yang lain berupa satu unit Wartel yang juga terletak di luar pesantren.
 
Sedangkan usaha pertanian/perkebunan, yaitu tanaman palawija yang terdiri dari tanaman jagung dan kedelai. Tanaman hortikultura yang terdiri dari bawang, cabe jamu dan merica di empat desa di kecamatan Guluk-Guluk. Sedangkan perkebunan, yaitu kebun mente di dua desa, masing-masing kebun Assalam seluas 20 hektar dan 6 hektar. Dari kebun Assalam tahun 1999 diperoleh pendapatan sebesar Rp. 3.668.350.
 
Di bidang peternakan terdiri dari ternak ayam ras dan buras terdapat di tiga kecamatan di Sumenep. Yang lain adalah ternak sapi di tiga dusun di kecamatan Guluk-Guluk sebanyak 28 ekor.
 
Adapun kegiatan home industri masih dalam tahap rintisan sejak didirikannya Pusat Inkubator Agrobisnis Pondok Pesantren Annuqayah tahun 1998, bekerjasama dengan Departemen Perhutanan RI. Jenis produksinya yaitu Gula merah (gula siwalan), Jubathe (makanan khas Sumenep yang bahan utamanya adalah gula merah). Kripik singkong dan kripik pisang, rengginang, tape dan emping jagung. Kecuali tape, seluruh jenis produksi sudah berjalan. Sedangkan tape masih dalam rintisan.
 
Yang terakhir adalah penanaman saham/modal sebanyak tujuh lembar saham di usaha penggergajian Nahdlatut Tujjar, satu lembar saham bernilai Rp. 1.481.000. Sedang 12 lembar saham lagi di Koperasi PP. Annuqayah, masing-masing senilai Rp. 15.000. Sedangkan tambak dengan luas satu hektar lebih, senilai Rp. 30.masih dalam rintisan.
 
Selain usaha penanaman modal, seluruhnya dikerjakan oleh kelompok tani dan pengajian binaan BPM-PPA dengan perjanjian bagi hasil.
 
Selain usaha produktif, Annuqayah memperoleh bantuan dana setiap tahun dari pada donatur yayasan. Para donatur terbagi dalam 26 kelompok, seluruhnya berjumlah 296 orang. Tahun 1999 bantuan dari donatur sebesar Rp 20.158.100. Sedangkan bantuan barang, berupa tanah seluruhnya seluas 194.331 M2, seluruhnya senilai Rp. 73.685.000, yang tersebar Kecamatan Guluk-Guluk dan Pasongsongan Sumenep.
 
Di Annuqayah terdapat banyak lembaga-lembaga otonom, termasuk pesantren-pesantren daerah. Oleh karenanya, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pendanaan bagi pembangunan atau pengembangan daerahnya, mereka mengusahan peluang-peluang usaha sendiri yang ditangani oleh para pengurusnya beserta kiai/pengasuhnya masing-masing. Selain itu setiap pesantren daerah memiliki kantin atau toko yang dikelola sendiri di daerahnya masing-masing. Demikian juga unit-unit kegiatan santri yang memiliki modal besar membuka usaha sendiri, yang rata-rata berupa kantin makanan. Seluruh usaha-usaha ini terletak di dalam areal pesantren.

2. Kegiatan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sekitar
 
Sejak tahun 1978 pemberdayaan masyarakat telah menjadi obsesi Pondok Pesantren Annuqayah terutama melalui pengembangan ekonomi masyarakat. Hal itu muncul setelah melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar pesantren sangat memprihatinkan. Sebab kegiatan keberagamaan masyarakat tidak akan efektif bila tidak didukung oleh layaknya keadaan ekonomi masyarakat. Sehingga kegiatan ini menjadi pilihan dakwah bil hal pesantren.
 
Pengembangan masyarakat dilaksanakan oleh Biro Pengabdian Masyarakat Pondok Pesantren Annuqayah (BPM-PPA). Dalam pembinaannya BPM membentuk kelompok-kelompok masyarakat binaan yang terdiri dari petani, pengrajin dan pedagang kecil dengan memberikan pendidikan pola-pola pertanian inovatif, ketrampilan dan bentuk-bentuk kerajianan baru, serta kridit bahan pertanian dan insentif modal tanpa bunga. Di samping itu, secara intensif BPM memanfaatkan media-media komunikasi tradisional masyarakat seperti pengajian dan sebagainya untuk menyampaikan misi-misi pembinaannya. Melalui media ini proses komunikasi tampak sangat efektif, sebab mengenai kegiatan keagamaan yang terbentuk di desa-desa memiliki kaitan emosional dengan para kiai-kiai sepuh pesantren Annuqayah sejak pertama kali dibukanya pengajian untuk masyarakat umum oleh kiai pada masa awal berdirinya pesantren Annuqayah.
 
Bila diklasifikasikan, bidang-bidang garapan BPM, yaitu meliputi a). pengembangan ekonomi pertanian, kerajinan dan home industries, b). Pendidikan ketrampilan dan pelatihan, c). Kesehatan.
 
Seluruh kegiatan menggunakan dana yang diperoleh dari masyarakat maupun lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Mengenai hubungan BPM-PPA dengan pihak LSM Seperti LP3ES (mitra pertama BPM-PPA), P3M, Yayasan Mandiri Bina Desa dan sebagainya dianggap sebagai suatu kerjasama yang diperlukan. Dalam menghadapi tuntutan perkembangan masyarakat dewasa ini tidak mungkin pesantren mampu mengatasinya sendiri tanpa bantuan dan kerjsama dengan pihak lain. Untuk program pengembangan masyarakat yang cukup kompleks, antara LSM dan pesantren dipandang memiliki kesamaan pandangan. Pengembangan masyarakat lapis bawah secara partsipatoris untuk menumbuhkan keswadayaan yang merupakan komitmen kalangan LSM pada dasarnya sejalan dengan pembebasan kaum tertindas serta pemberantasan kemiskinan sebagai perwujudan dakwah bagi kalangan pesantren.
 
Dengan demikian antara Annuqayah dan LSM dipertemukan oleh komitmen yang sama untuk mengangkat martabat masyarakat lapis bawah. Sehingga masing-masing pihak bersedia berperan dan menyumbangkan apa yang dimiliki. Pihak pesantren dengan pangaruh yang dimiliki berperan sebagai ujung tombak berhadapan langsung dengan masyarakat, sementara pihak LSM dengan keahliannya membuat konsep serta mencari dana. Dan untuk itu, tentu kedua pihak sama-sama memperoleh keuntungan.
 
Beberapa bentuk inovasi pengembangan masyarakat yang dilakukang BPM-PPA sejak tahun 1978 antara lain meliputi:
 
a. Pengembangan Teknologi Tepat Guna.
 
Pengembangan teknologi tepat guna (TTG) di PPA dikembangkan sebelum dan setelah latihan TTG di Pabelan Jawa Tengah yang diadakan LP3ES tahun 1980. Tiga orang delegasi Annuqayah yang diikutkan dalam latihan itu mulai mengembangkan beberapa jenis teknologi dengan lebih serius. Selama lima tahun terdapat 12 jenis teknologi yang berkembang di 11 desa dengan 100 orang tenaga terlatih. Adapan TTG tersebut antara lain:
 
1. Filterisasi/penjernihan/penapisan air, (1980).
2. Pompa hydram. (1980).
3. Mesin penetas telur, (1980).
4. Ferro cement, (1981)
5. Atap Ijuk Semen, (1980).
6. Pompa Tali (1982)
7. Tungku lorena (1981)
8. Alat Pemipil Jagung (1982)
 
b. Pengembangan Bidang Pertanian.
 
Karena rendahnya pengetahuan masyarakat dan masih kuatnya keyakinan mereka terhadap pola-pola pertanian lama yang sudah tidak efektif lagi, maka untuk memasyarakatkan inovasi-inovasi baru pertanian harus dilakukan secara bertahap dan hati-hati. Pertama, adalah menggugah kesadaran petani melalui ceramah-ceramah agama dan pengajian-pengajian. Kedua, memasukkan pola-pola bertani baru dalam kelompok pengajian dalam kesempatan sehabis ceramah, sambil menjelaskan teknik-teknik penanaman, pemupukan, pemberantasan hama hingga pengolahan pascapanen, sambil juga mengarahkan mereka akan pentingnya penyuluhan pertanian. Ketiga Mengundang jama,ah pengajian dalam penyuluhan pertanian. Sebab sebelumnya jarang sekali petani yang mau menghadiri penyuluhan pertanian. Keempat Mengadakan pelatihan; Latihan Ketrampilan Petani (LTP). Dengan latihan ini para peserta dapat mengenal teknik pengolahan tanah, teknik bercocok tanam jagung, kedelai, dan kacang-kacangan. Mengenal bibit unggul, usaha pembibitan, dan sebagainya. Inovasi bidang pertanian BPM-PPA ini kemudian mengangkat desa Guluk-Guluk dari desa swadaya tahun 1978, menjadi desa swasembada pada tahun 1981.
 
c. Pengembangan Bidang Ekonomi.
 
Kegiatan yang dilakukan antara lain adalah kegiatan usaha bersama (UB). Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh banyaknya anggota masyarakat yang menjadi korban rentenir. Karena terdesak kebutuhan kemudian mereka menggadaikan tanahnya atau pohon kelapanya dan tidak bisa menebusnya kembali. Sehingga mereka semakin menderita karena kehilangan mata pencahariannya. Bentuk-bentuk usaha bersama yang dilakukan antara lain: usaha bersama pengadaan pupuk ( melayani segala kebutuhan pupuk petani setempat). Usaha bersama pengrajin tikar (memberikan modal dan mengarahkan para perajin tikar), dan sebagainya.,
 
Langkah selanjutnya, adalah pembentukan koperasi. Untuk lebih mengembangkan dan menguatkan koperasi ini, BPM-PPA mengajak pesantren-pesantren partisipan yang cukup berpengaruh di Kabupaten Sumenep. Kemudian tahun 1987. BPM-PPA mengadakan Lokakarya Perencanaan Program Pengembangan Unit Usaha/Koperasi Lima Pondok Pesantren di Annuqayah pada tahun. Kelima pesantren partisipan itu sedang menjalankan koperasi batik, koperasi pelayanan pupuk, koperasi alat-alat tulis, koperasi pertukangan dan koperasi pengrajin genting.
 
d. Pengembangan Bidang Kesehatan dan Lingkungan Hidup.
 
Kegiatan penghijauan mulai dicanangkan sejak tahun 1978. Dimulai dari pembibitan beberapa jenis pohon seperti lamtorogung, akasia, turi dan kapu, dengan mengerahkan para santri dengan menanam bibit-bibit pohon itu terutama di sepanjang jalan di sekitar pesantren. Karena dinilai ada hasilnya upaya ini kemudian dikembangkan melaui kelompok-kelompok pengajian remaja yang beranggotkan 236 orang, di tambah kelompok-kelompok pengajian umum yang ada di masyarakat. Hanya dalam waktu tiga tahun keadaan pegunungan yang tandus, terutama di sekitar pesantren berubah menjadi hijau.
 
Kegiatan penghijauan itu, ditambah juga dengan usaha pengadaan air bersih dan sarana MCK. Melalui kegiatan pengajian dan tahlilan, BPM-PPA mengajak masyarakat untuk bergotong-royong membuat WC umum, pembuatan tempat mandi dan penyaringan air kali agar kali yang mengalir pun menjadi bersih dan suci. Dalam waktu dua tahun desa Guluk-Guluk telah memiliki 30 WC dan sembilan tempat mandi. Usaha penghijauan ini dan pengembangan sanitasi di Guluk-Guluk oleh BPM-PPA ini mengundang Mentri PPLH Emil Salim berkunjung ke Annuqayah tahun 1980.
 
Tidak berhenti di situ, kegiatan penghijauan terus dilanjutkan. Di sela-sela kesibukan di madrasah/sekolah, para santri yang bergabung dalam kegiatan BPM membuat pembibitan di dalam komplek pesantren. Dalam waktu dua tahun santri bersama anggota kelompok tahlilan telah menanam 500 pohon turi, 500 pohon kapuk, 1500 pohon lamtorogung, dan 200 ponon akasia, tersebar di desa Guluk-Guluk. Usaha itu memperoleh penghargaan Kalpataru dari Presidan pada tahun 1981.
 
Dalam hal pengadaan air bersih, hingga tahun 1995, BPM-PPA masih menangani tujuh proyek pengadaan air bersih dan satu proyek pengadaan pembangkit tenaga listrik di lima kecamatan di wilayah Kabupaten Sumenep. Selain itu usaha di bidang kesehatan yang nampak adalah pangadaan pos-pos obat, posyandu, dan pemanfaatan pekarangan berupa penanaman tanaman obat, sayur mayur, perikanan dan peternakan kelinci. Usaha in idimaksudkan untuk meningkatkan gizi masyarakat dan menambah pehasilan subsisten.
e. Pengembangan Bidang Pendidikan Ketrampilan dan Latihan Kader Tenaga Pengembangan Masyarakat (LTPM).
 
 Dalam rangka meningkatkan ketrampilan para santri Annuqayah dan masyarakat, BPM-PPA mengadakan serangkaian pendidikan dan latihan ketrampilan. Bidang-bidang latihan ketampilan itu meliputi penjahitan, pertukangan, fotografi, sablon, penjilidan buku/kitab, kaligrafi, peternakan, perpustakaan, latihan teknologi tepat guna, pertanian, pendidikan kader kesehatan dan sejumlah latihan ketrampilan lainnya. Kecuali latihan-latihan yang memang hanya dikhususkan untuk para santri seperti ketrampilan mengetik, pendidikan pers, kursus bahasa inggris, penjilidan, fotografi dan sebagainya, latihan ini sebagian besar melibatkan masyarakat.
Demikian sejumlah kecil bentuk-bentuk kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh pesantren Annuqayah melalui Biro Pengabdian Masyarakatnya, yang menjadi konsern dan ciri khusus pesantren Annuqayah hingga saat ini.

Sumber: Annuqayah

Pondok Pesantren Tebuireng Jombang

Tebuireng sebagai salah satu dusun di wilayah Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang mempunyai nilai historis yang besar. Dusun yang terletak 10 km. arah selatan kabupaten Jombang ini tidak bisa dipisahkan dengan K.H.M. Hasyim Asy’ari, di dusun inilah pada tahun 1899 M. Kyai Hasyim membangun pesantren yang kemudian lebih dikenal dengan Pesantren Tebuireng. Sebagai salah satu pesantren terbesar di Jombang, Pesantren Tebuireng telah banyak memberikan konstribusi dan sumbangan kepada masyarakat luas baik dalam bidang pendidikan, pengabdian serta perjuangan.

Pondok Pesantren Tebuireng yang saat ini di bawah naungan Yayasan Hasyim Asy’ari mengembangkan beberapa unit pendidikan formal dan nonformal, yaitu: Madrasah Tsanawiyah Salafiyah Syafi’iyyah, SMP A. Wahid Hasyim, Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi’iyyah, SMA A. Wahid Hasyim, Madrasah Diniyyah, dan Ma’had ‘Aly Hasyim Asy’ari. Keberadaan unit-unit pendidikan di tengah-tengah kehidupan masyarakat memberikan arti tersendiri, yaitu sebagai manifestasi nilai-nilai pengabdian dan perhatian kepada masyarakat. Dan dalam bentuk informal pesantren Tebuireng membuka jasa layanan masyarakat berupa kesehatan (Rumah Sakit Tebuireng), perekonomian (koperasi dan kantin). Kepercayaan dan perhatian masyarakat luas terhadap keberadaan pesantren Tebuireng adalah dasar kemajuan dan perkembangan Teburieng di masa depan, dengan tetap mengembangkan visi dan misi pendidikan yang mandiri serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Visi dan Misi
Visi :
Pesantren terkemuka penghasil insan pemimpin yang berakhlaq

Misi :

1. Melaksanakan tata keadministrasian berbasis teknologi
2. Melaksanakan tata kepegawaian berbasis teknologi
3. Malaksanakan pembelajaran IMTAQ yang berkualitas di sekolah dan pondok
4. Melaksanakan pengkajian yang berkualitas kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim dan Ta’lim al-Muta’allim sebagai dasar akhlaq al-karimah
5. Melaksanakan pembelajaran IPTEK yang berkualitas
6. Melaksanakan pembelajaran sosial dan budaya yang berkualitas
7. Menciptakab suasana yang mendukung upaya menumbuhkan daya saing yang sehat
8. Terwujud tata layanan publik yang baik

ALAMAT KANTOR:
Jl. Irian Jaya 10 Tebuireng Jombang 61471 Telp. (0321) 861133-863136-867866 Faks. (0321) 867867 Email; pengurus@tebuireng.net

Sejarah Singkat Pesantren Tebuireng 
Pondok Pesantren Tebuireng didirikan oleh Kyai Hasyim Asy’ari pada tahun 1899 M. Beliau dilahirkan pada hari Selasa Kliwon tanggal 24 Dzul Qa’dah 1287 H. bertepatan dengan 14 Pebruari 1871 M. Kelahiran beliau berlangsung di rumah kakeknya, Kyai Utsman, di lingkungan Pondok Pesantren Gedang Jombang.

Hasyim kecil tumbuh dibawah asuhan ayah dan ibu dan kakeknya di Gedang. Dan seperti lazimnya anak kyai pada saat itu, Hasyim tak puas hanya belajar kepada ayahnya, pada usia 15 tahun ia pergi ke Pondok Pesantren Wonokoyo Pasuruan lalu pindah ke Pondok Pesantren Langitan Tuban dan ke Pondok Pesantren Tenggilis Surabaya. Mendengar bahwa di Madura ada seorang kyai yang masyhur, maka setelah menyelesaikan belajarnya di Pesantren Tenggilis ia berangkat ke Madura untuk belajar pada Kyai Muhammad Kholil. Dan masih banyak lagi tempat Hasyim menimba ilmu pengetahuan agama, hingga ahirnya beliau diambil menantu oleh salah satu gurunya yaitu Kyai Ya’qub, pada usia 21 tahun Hasyim dinikahkan dengan putrinya yang bernama Nafisah pada tahun 1892.

Tak lama kemudian, bersama mertua dan isterinya yang sedang hamil pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji sambil menuntut ilmu. Namun musibah seakan menguji ketabahannya, karena tidak lama istrinya tiba-tiba jatuh sakit dan meninggal. kesedihan itu semakin bertumpuk, lantaran empat puluh hari kemudian buah hatinya, Abdullah, wafat mengikuti ibunya.

Selama di Mekkah, Hasyim muda berguru kepada banyak ulama’ besar. Antara lain kepada Syekh Syuaib bin Abdurrahman, Syekh Muhammad Mahfuzh at-Turmusi dan Syekh Muhammad Minangkabau dan masih banyak lagi ulama’ besar lainnya.

Sejak pulang dari pengembaraannya menuntut ilmu di berbagai pondok pesantren terkemuka dan bahkan ke tanah suci Mekkah, beliau terobsesi untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh. Peninggalan beliau yang tidak akan pernah dilupakan orang adalah Pondok Pesantren Tebuireng.

Tebuireng merupakan nama dari sebuah dusun kecil yang masuk wilayah Cukir Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang Propinsi Jawa Timur. Letaknya delapan kilometer di selatan kota Jombang, tepat berada di tepi jalan raya jurusan Jombang – Kediri.

Menurut cerita masyarakat setempat, nama Tebuireng berasal dari “kebo ireng” (kerbau hitam). Konon, ketika itu ada seorang penduduk yang memiliki kerbau berkulit kuning (bule atau albino). Suatu hari, kerbau tersebut menghilang. Setelah dicari kian kemari, menjelang senja baru ditemukan dalam keadaan hampir mati karena terperosok di rawa-rawa yang banyak dihuni lintah. Sekujur tubuhnya penuh lintah, sehingga kulit kerbau yang semula kuning berubah hitam. Peristiwa mengejutklan ini menyebabkan pemilik kerbau berteriak “kebo ireng …! kebo ireng …!. Sejak itu, dusun tempat ditemukannya kerbau itu dikenal dengan nama “Kebo Ireng”.

Namun ada versi lain yang menuturkan bahwa nama Tebuireng bukan berasal dari kebo ireng seperti cerita di atas, tetapi diambil dari seorang punggawa kerajaan Majapahit yang masuk Islam dan kemudian tinggal di sekitar dusun tersebut.

Namun pada perkembangan selanjutnya, ketika dusun itu mulai ramai, nama Kebo Ireng berubah menjadi Tebuireng. Tidak diketahui dengan pasti apakah karena itu ada kaitannya dengan munculnya pabrik gula di selatan dusun tersebut yang telah banyak mendorong masyarakat untuk menanam tebu sebagai bahan baku gula, yang mungkin tebu yang ditanam berwarna hitam, maka pada akhirnya dusun tersebut berubah menjadi Tebuireng.

Dusun Tebuireng dulu dikenal sebagai sarang perjudian, perampokan, pencurian, pelacuran dan semua perilaku negatif lainnya. Namun sejak kedatangan Hadratus Syaikh Kyai Hasyim Asy’ari bersama beberapa santri yang beliau bawa dari pesantren kakeknya (Gedang) pada tahun 1899 M. secara bertahap pola kehidupan masyarakat dusun tersebut mulai berubah semakin baik, semua perilaku negatif masyarakat di Tebuireng terkikis habis dalam masa yang relatif singkat. Dan santri yang mulanya hanya beberapa orang dalam beberapa bulan saja jumlahnya meningkat menjadi 28 orang.

Awal mula kegiatan dakwah Hadratus Syaikh Kyai Hasyim Asy’ari dipusatkan di sebuah bangunan kecil yang terdiri dari dua buah ruangan kecil dari anyam-anyaman bambu (Jawa; gedek), bekas sebuah warung pelacuran yang luasnya kurang lebih 6 x 8 meter, yang beliau beli dari seorang dalang terkenal. Satu ruang depan untuk kegiatan pengajian, sementara yang belakang sebagai tempat tinggal Kyai Hasyim Asy’ari bersama istri tercinta Ibu Nyai Khodijah.

Tentu saja dakwah Kyai Hasyim Asy’ari tidak begitu saja memperoleh sambutan baik dari penduduk setempat. Tantangan demi tantangan yang tidak ringan dari penduduk setempat datang silih berganti, para santri hampir setiap malam selalu mendapat tekanan fisik berupa senjata celurit dan pedang. Kalau tidak waspada, bisa saja diantara santri terluka karena bacokan. Bahkan untuk tidur para santri harus bergerombol menjauh dari dinding bangunan pondok yang hanya terbuat dari bambu itu agar terhindar dari jangkauan tangan kejam para penjahat.

Dan gangguan yang sampai dua setengah tahun lebih itu masih terus saja berlanjut, hingga Kyai Hasyim Asy’ari memutuskan untuk mengirim utusan ke Cirebon guna mencari bantuan berbagai macam ilmu kanuragan kepada 5 kyai yakni; Kyai Saleh Benda, Kyai Abdullah Pangurangan, Kyai Syamsuri Wanatara, Kyai Abdul Jamil Buntet dan Kyai Saleh Benda Kerep.

Dari kelima kyai itulah Kyai Hasyim Asy’ari belajar silat selama kurang lebih 8 bulan. Dan sejak itulah semakin mantap keberanian Kyai Hasim Asy’ari untuk melakukan ronda sendirian pada malam hari menjaga keamanan dan ketenteraman para santri.

Dengan perjuangan gigih tak kenal menyerah Kyai Hasyim Asy’ari akhirnya berhasil membasmi kejahatan dan kemaksiatan yang telah demikian kentalnya di Tebuireng. Keberadaan Pondok Pesantren Tebuireng semakin mendapat perhatian dari masyarakat luas.

Dalam perjalanan sejarahnya, hingga kini Pesantren Tebuireng telah mengalami 7 kali periode kepemimpinan. Secara singkat, periodisasi kepemimpinan Tebuireng sebagai berikut:

Periode I       : KH. Muhammad Hasyim Asy’ari : 1899 – 1947
Periode II    : KH. Abdul Wahid Hasyim : 1947 – 1950
Periode III   : KH. Abdul Karim Hasyim : 1950 – 1951
Periode IV
  : KH. Achmad Baidhawi : 1951 – 1952
Periode V     : KH. Abdul Kholik Hasyim : 1953 – 1965
Periode VI    : KH. Muhammad Yusuf Hasyim : 1965 – 2006
Periode VII  : KH. Salahuddin Wahid : 2006 – sekarang

Perkembangan Pondok Pesantren Tebuireng
Sebagai pesantren tradisional, Pondok Pesantren Tebuireng pada awal kelahirannya telah mampu menunjukkan perannya yang sangat berarti bagi negeri ini, yang sedang berjuang melawan penjajah Belanda dan Jepang. Maka dengan pengaruhnya yang besar dalam masyarakat, Pondok Pesantren Tebuireng mendorong segenap lapisan masyarakat –khususnya umat Islam– untuk berjuang melawan penjajah serta mengantar dan memberi semangat bangsa ini berperang mengusir penjajah dan senantiasa mununjukkan sikap anti pati terhadap Belanda. Bahkan pernah muncul fatwa dari Pondok Pesantren Tebuireng, tentang haramnya memakai dasi bagi umat Islam, karena hal demikian –menurut Kyai Hasyim Asy’ari– dianggap menyamai penjajah. Fatwa ini tujuannya tidak lain adalah untuk membangun kesan pada masyarakat tentang betapa pentingnya sikap menentang dan membentuk sikap anti pati terhadap penjajah, agar kemerdekaan segera diraih bangsa ini.

Seiring dengan perjalanan waktu Pondok Pesantren Tebuireng tumbuh demikian pesatnya, santri yang berdatangan menimba ilmu semakin banyak dan beragam, masing-masing membawa misi dan latar belakang yang beragam pula. Kenyataan demikian mendorong Pondok Pesantren Tebuireng memenuhi beberapa keinginan yang hendak diraih para santrinya, sehingga siap berpacu dengan perkembangan zaman.

Untuk kepentingan tersebut, Pondok Pesantren Tebuireng beberapa kali telah melakukan perubahan kebijaksanaan yang berkaitan dengan pendidikan. Sebagaimana pesantren-pesantren pada zaman itu, sistem pengajaran yang digunakan adalah metode sorogan (santri membaca sendiri materi pelajaran kitab kuning di hadapan guru), metode weton atau bandongan ataupun halqah (kyai membaca kitab dan santri memberi makna). Semua bentuk pengajaran tidak dibedakan dalam jenjang kelas. Kenaikan tingkat pendidikan dinyatakan dengan bergantinya kitab yang khatam (selesai) dikaji dan diikuti santri. Materi pelajarannya pun khusus berkisar tentang pengetahuan agama Islam, ilmu syari’at dan bahasa Arab. Dan inilah sesungguhnya misi utama berdirinya pondok pesantren.

Perubahan sistem pendidikan di pesantren ini pertama kali diadakan Kyai Hasyim Asy’ari pada tahun 1919 M. yakni dengan penerapan sistem madrasi (klasikal) dengan mendirikan Madrasah Salafiyah Syafi’iyah. Sistem pengajaran disajikan secara berjenjang dalam dua tingkat, yakni Shifir Awal dan Shifir Tsani.

Hingga pada tahun 1929 M. kembali dirintis pembaharuan, yakni dengan dimasukkannya pelajaran umum ke dalam struktur kurikulum pengajaran. Satu bentuk yang belum pernah ditempuh oleh pesantren manapun pada waktu itu. Dalam perjalanannya penyelenggaraan madrasah ini berjalan lancar. Namun demikian bukan tidak ada tantangan, karena sempat muncul reaksi dari para wali santri –bahkan– para ulama’ dari pesantren lain. Hal demikian dapat dimaklumi mengingat pelajaran umum saat itu dianggap sebagai kemunkaran, budaya Belanda dan semacamnya. Hingga banyak wali santri yang memindahkan putranya ke pondok lain. Namun madrasah ini berjalan terus, karena disadari bahwa ini pada saatnya nanti ilmu umum akan sangat diperlukan bagi para lulusan pesantren.

KITAB-KITAB KARYA HADRATUS SYAIKH KH. MUHAMMAD HASYIM ASY’ARI

1. Adabul ‘Alim Wal Muta’allim adalah sebuah kitab yang mengupas tentang pentingnya menuntut dan menghormati ilmu serta guru. Dalam kitab ini KH. M. Hasyim Asy’ari menjelaskan kepada kita tentang cara bagaimana agar ilmu itu mudah dan cepat dipahami dengan baik. Kitab yang terdiri dari beberapa bab ini, memberikan pula kepada kita pencerahan tentang mencari dan menjadikan ilmu benar-benar memberikan manfaat kepada masyarakat. Salah satu contoh yang diberikan oleh KH. M. Hasyim Asy’ari kepada kita adalah bahwa ilmu akan lebih mudah diserap dan diterima apabila kita dalam keadaan suci atau berwudhu terlebih dahulu sebelum mencari ilmu. Banyak hal yang bisa kita petik dalam rangka mencari ilmu ketika kita membaca kitab ini.

2. Risalah Ahlis Sunnah Wal Jama’ah merupakan pedoman bagi warga NU dalam mempelajari tentang apa yang disebut ahlus sunnah wal jama’ah atau sering disingkat dengan ASWAJA. Dalam kitab ini, Hadratus Syaikh juga mengulas tentang beberapa persoalan yang berkembangan dimasyarakat semisal, apa yang disebut dengan bid’ah? Menerangkan pula tentang tanda-tanda kiamat yang terjadi pada masa sekarang ini. Banyak golongan yang mengaku bahwa mereka juga merupakan golongan ahlus sunnah wal jamaa’h. Akan tetapi dalam ibadah, amal perbuatannya banyak menyimpang dari tuntunan Rasulullah SAW. Dalam kitab ini diuraikan dengan jelas tentang bagaimana sebenarnya ahlus sunnah wal jama’ah tersebut.

3. At-Tibyan Fin Nahyi An-Muqothoatil Arham Wal Aqorib Wal Ikhwan merupakan kumpulan beberapa pikiran khususnya yang berhubungan dengan Nahdlatul Ulama. Dalam kitab ini, ditekankan pentingnya menjalin silaturrohim dengan sesama serta bahayanya memutus tali sillaturohim. Didalam kitab ini pula, termuat Qunun Asas atau udang-undang dasar berdirinya Nadhatul Ulama (NU) serta 40 hadits nabi yang berhubungan dengan pendirian Nahdlatul Ulama. Dalam kitab ini, dikisahkan bahwa KH. Muhammad Hasyim Asy’ari pernah mendatangi seorang kyai yang ahli ibadah karena kyai tersebut tidak mau menyambung silaturrohim dengan masyarakat sekitar sehingga sempat terjadi perdebatan antara keduanya.

4. An-Nurul Mubin Fi Mahabbati Sayyidil Mursalin merupakan karya KH. Muhammad Hasyim Asy’ari yang menjelaskan tentang rasa cinta kepada nabi Muhammad SAW. Dalam kitab tersebut, dijelaskan pula tentang sifat-sifat terpuji nabi Muhammad SAW yang bisa menjadi suri tauladan bagi kita semua. Dijelaskan pula tentang kewajiban kita taat, menghormati kepada perintah Allah SWT yang telah disampaikan melalui nabi Muhammad SAW baik melalui al-qur an atau hadits. Silsilah keluarga nabi Muhammad SAW, tidak luput dari pembahasan. Singkat kata, dalam kitab ini, kita mendapatkan sejarah yang relatif lengkap dan menarik untuk dikaji serta dijadikan tauladan menuju insan kamil.

5. Ziyadatut Ta’liqot merupakan kitab yang berisi tentang polemik beliau dengan KH. Abdullah Bin Yasin Pasuruan tentang beberapa hal yang berkembang pada masa itu. Perdebatan terjadi pada beberapa masalah yang tidak sesuai antara pandangan Nahdlatul Ulama dengan KH. Abdullah Bin Yasin Pasuruan. Banyak sekali permasalahan yang diperdebatkan sehingga kitab ini begitu tebal dan permasalahan yang diperdebatkan masih terjadi dimasyarakat.

6. At-Tanbihatul Wajibat Li Man Yasna’ Al-Maulid Bil Munkaroti adalah sebuah kitab tentang pandangan KH. Muhammad Hasyim Asy’ari tantang peringatan maulid nabi Muhammad SAW yang disertai dengan perbuatan maksiat atau munkar. Dalam kitab tersebut, diceritakan bahwa pada jaman dulu, disekitar Madiun, setelah pembacaan shalawat nabi, para pemuda segera menuju arena untuk mengadu keahlian dalam hal bela diri silat atau pencak. Acara itu, masih dalam rangkaian peringatan maulid serta dihadiri oleh gadis-gadis yang saling berdesakan dengan para pemuda. Mereka saling berteriak kegirangan hingga lupa bahwa saat itu, mereka sedang memperingati maulid nabi Muhammad SAW. Hal tersebut menimbulkan keprihatinan KH. Muhammad Hasyim Asy’ari sehingga beliau mengarang kitab ini.

7. Dhou’ul Misbah Fi Bayani Ahkamin Nikah berisi pikiran ataupun pandangan KH. Muhammad Hasyim Asy’ari tentang lembaga perkawinan. Dalam kitab tersebut, beliau menangkap betapa pada saat itu, banyak pemuda yang ingin menikah, akan tetapi tidak mengtahui syarat dan rukunnya nikah. Tidak tahu pula tentang tata cara / sopan santun dalam pernikahan sehingga dalam mereka menjadi bingung karenanya. Dalam kitab tersebut, terkandung beberapa nasehat yang penting agar lembaga perkawinan betul-betul bisa menjadi sebuah keluarga yang Sakinah, Mawaddah Wa Rahmah sesuai tuntunan agama.

KITAB-KITAB KARYA KH.ISHOM HADZIQ (GUS ISHOM)
CUCU HADRATUS SYAIKH KH. MUHAMMAD HASYIM ASY’ARI

1. Miftahul Falah Fi Ahaditsin Nikah adalah berisi hadits-hadist tentang perkawinan yang melengkapi kitab Dhou’ul Misbah Fi Bayani Ahkamin Nikah. Ditulis oleh almarhum gus Ishom Hadzik, kitab tersebut banyak menampilkan hadits-hadits yang sangat baik dalam rangka membentuk dan membina sebuah mahligai perkawinan yang berlandaskan tuntunan syariat Islam.

2. Audhohul Bayan Fi Ma Yata’allaq Bi Wadhoifir Ramadhan adalah sebuah kumpulan kitab karya gus Ishom Hadzik yang berisi hadits-hadits tentang keutamaan bulan ramadhan yang mulia. Terdiri dari beberapa bab, hadits-hadits pilihan dalam kitab ini, memberikan kita tentang betapa mulianya bulan ramadhan. Dalam kitab tersebut, dapat kita ketahui tentang amalan-amalan yang sangat baik dilakukan ketika bulan ramadhan.

3. Irsyadul Mukminin merupakan karya terakhir dari almarhum gus Ishom Hadzik. Ketika yang lebih mengarah kepada akhlak serta tasawuf ini, memberikan kita pengetahuan tentang ajaran Islam dari sisi moral dan tasawuf. Sungguh, sebagaimana kitab lainnya, kitab ini jika kita kaji dengan mendalam, akan menemukan pencerahan batiniah yang sangat bermanfaat bagi kehidupan kita yang lebih baik dimasa mendatang.

Sumber: Tebuireng

Saturday, June 30, 2012

Sejarah NU


DISAMPAIKAN DALAM RANGKA SEMINAR PENDIDIKAN PERGUNU
AHAD, 01 JULI 2012
DI GEDUNG SEVES
OLEH : KH. ACEP BASUNI, M.Pd.I
WAKIL KETUA TANFIDZIYYAH NU KOTA BEKASI
KETUA MUI KOTA BEKASI
DOSEN STAISA, STISIP, DARUL QOLAM DLL
KETUA ROBITHOH MA’AHID AL ISLAMI KOTA BEKASI
PIMPINAN  PONPES DARUL MUTTAQIN BANTARGEBANG KOTA BEKASI
www.darulmuttaqin.com telp. (021)8252274/081382093934
menyelenggarakan pendidikan formal (SMK/STM DAN SMEA)
Menerima siswa/I baru mulai 01 mei s/d 17 juli 2010
Status Terakreditasi B
Menyelenggarakan/mengasuh yatim & dhu’afa, bagi yang ingin membantu, masukan ke rekening bank insan karimah, Atas nama . ACEP BASUNI.

Nahdlatul Ulama


Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam besar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari1926 dan bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi.

Daftar isi

Sejarah

Masjid Jombang, tempat kelahiran organisasi Nahdlatul Ulama
Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan "Kebangkitan Nasional". Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana - setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
K.H. Hasyim Asy'arie, Rais Akbar (ketua) pertama NU.
Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi(prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

Paham keagamaan

NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imam Hanbalisebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskankembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.

Daftar pimpinan

Berikut ini adalah daftar Ketua Rais Aam (pimpinan tertinggi) SyuriyahPengurus Besar Nahdlatul Ulama:

No
Nama
Awal Jabatan
Akhir Jabatan
1
2
3
4
5
6
7
8

Basis pendukung

Dalam menentukan basis pendukung atau warga NU ada beberapa istilah yang perlu diperjelas, yaitu: anggota, pendukung atau simpatisan, serta Muslim tradisionalis yang sepaham dengan NU. Jika istilah warga disamakan dengan istilah anggota, maka sampai hari ini tidak ada satu dokumen resmipun yang bisa dirujuk untuk itu. Hal ini karena sampai saat ini tidak ada upaya serius di tubuh NU di tingkat apapun untuk mengelola keanggotaannya.
Apabila dilihat dari segi pendukung atau simpatisan, ada dua cara melihatnya. Dari segi politik, bisa dilihat dari jumlah perolehan suara partai-partai yang berbasis atau diasosiasikan dengan NU, seperti PKBU, PNU, PKU, Partai SUNI, dan sebagian dari PPP. Sedangkan dari segi paham keagamaan maka bisa dilihat dari jumlah orang yang mendukung dan mengikuti paham kegamaan NU. Maka dalam hal ini bisa dirujuk hasil penelitian Saiful Mujani (2002) yaitu berkisar 48% dari Muslim santri Indonesia. Suaidi Asyari[1]memperkirakan ada sekitar 51 juta dari Muslim santri Indonesia dapat dikatakan pendukung atau pengikut paham keagamaan NU. Jumlah keseluruhan Muslim santri yang disebut sampai 80 juta atau lebih, merupakan mereka yang sama paham keagamaannya dengan paham kegamaan NU. Namun belum tentu mereka ini semuanya warga atau mau disebut berafiliasi dengan NU.
Berdasarkan lokasi dan karakteristiknya, mayoritas pengikut NU terdapat di pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra. Pada perkembangan terakhir terlihat bahwa pengikut NU mempunyai profesi beragam, meskipun sebagian besar di antara mereka adalah rakyat jelata baik di perkotaan maupun di pedesaan. Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi, karena secara sosial ekonomi memiliki problem yang sama, serta selain itu juga sama-sama sangat menjiwai ajaran ahlus sunnah wal jamaah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.
Basis pendukung NU ini cenderung mengalami pergeseran. Sejalan dengan pembangunan dan perkembangan industrialisasi, maka penduduk NU di desa banyak yang bermigrasi ke kota memasuki sektor industri. Maka kalau selama ini basis NU lebih kuat di sektor petani di pedesaan, maka saat di sektor buruh di perkotaan, juga cukup dominan. Demikian juga dengan terbukanya sistem pendidikan, basis intelektual dalam NU juga semakin meluas, sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini. Belakangan ini NU sudah memiliki sejumlah doktor atau magister dalam berbagai bidang ilmu selain dari ilmu ke-Islam-an baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk negara-negara Barat. Namun para doktor dan magister ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh para pengurus NU hampir di setiap lapisan kepengurusan NU.

Organisasi

Tujuan

Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Usaha

  1. Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
  2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa.
  3. Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
  4. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat.
  5. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi masyrakat.

Struktur

  1. Pengurus Besar (tingkat Pusat).
  2. Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi), terdapat 33 Wilayah.
  3. Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota) atau Pengurus Cabang Istimewa untuk kepengurusan di luar negeri, terdapat 439 Cabang dan 15 Cabang Istimewa.
  4. Pengurus Majlis Wakil Cabang / MWC (tingkat Kecamatan), terdapat 5.450 Majelis Wakil Cabang.
  5. Pengurus Ranting (tingkat Desa / Kelurahan), terdapat 47.125 Ranting.
Untuk Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang, setiap kepengurusan terdiri dari:
  1. Mustasyar (Penasihat)
  2. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)
  3. Tanfidziyah (Pelaksana Harian)
Untuk Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:
  1. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)
  2. Tanfidziyah (Pelaksana harian)

Lembaga

Merupakan pelaksana kebijakan NU yang berkaitan dengan suatu bidang tertentu. Lembaga ini meliputi:
  1. Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)
  2. Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif NU)
  3. Lembaga Pelayanan Kesehatan Nahdlatul Ulama ( LPKNU )
  4. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU)
  5. Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LP2NU)
  6. Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI)
  7. Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU)
  8. Lembaga Takmir Masjid (LTM)
  9. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia NU
  10. Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (SARBUMUSI)
  11. Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH)
  12. Lajnah Bahtsul Masail (LBM-NU)

 

Lajnah

Merupakan pelaksana program Nahdlatul Ulama (NU) yang memerlukan penanganan khusus. Lajnah ini meliputi:
  1. Lajnah Falakiyah (LF-NU)
  2. Lajnah Ta'lif wan Nasyr (LTN-NU)
  3. Lajnah Auqaf (LA-NU)
  4. Lajnah Zakat, Infaq, dan Shadaqah (Lazis NU)

Badan Otonom

Merupakan pelaksana kebijakan NU yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu. Badan Otonom ini meliputi:
  1. Jam'iyyah Ahli Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyah
  2. Muslimat Nahdlatul Ulama
  3. Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor)
  4. Fatayat Nahdlatul Ulama
  5. Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU)
  6. Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU)
  7. Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)
  8. Ikatan Pencak Silat Pagar Nusa (IPS Pagar Nusa)
  9. Jami'iyyatul Qurro wal Huffadz (JQH)

NU dan politik

Pertama kali NU terjun pada politik praktis pada saat menyatakan memisahkan diri dengan Masyumi pada tahun 1952 dan kemudian mengikuti pemilu 1955. NU cukup berhasil dengan meraih 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante. Pada masa Demokrasi Terpimpin NU dikenal sebagai partai yang mendukung Sukarno. Setelah PKI memberontak, NU tampil sebagai salah satu golongan yang aktif menekan PKI, terutama lewat sayap pemudanya GP Ansor.
NU kemudian menggabungkan diri dengan Partai Persatuan Pembangunan pada tanggal 5 Januari 1973 atas desakan penguasa orde baru. Mengikuti pemilu 1977 dan 1982 bersama PPP. Pada muktamar NU di Situbondo, NU menyatakan diri untuk 'Kembali ke Khittah 1926' yaitu untuk tidak berpolitik praktis lagi.
Namun setelah reformasi 1998, muncul partai-partai yang mengatasnamakan NU. Yang terpenting adalah Partai Kebangkitan Bangsa yang dideklarasikan oleh Abdurrahman Wahid. Pada pemilu 1999PKB memperoleh 51 kursi DPR dan bahkan bisa mengantarkan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI. Pada pemilu 2004, PKB memperoleh 52 kursi DPR