Maduaro merupakan jenis kain sulam dari Provinsi Lampung berupa selendang penutup kepala masyarakat Menggala. Pengaruh kain Maduaro di Lampung pada mulanya dibawa oleh nenek moyang masyarakat Menggala yang menunaikan ibadah haji di Mekkah pada abad ke-18. Selain itu para pedangang Gujarat India juga menjual kain sejenis kepada masyarakat Menggala, sehingga moti-motif yang berkembang di Menggala dipengaruhi motif dari Hindustan.
Selanjutnya masyarakat Menggala mengembangkan kain Maduaro. Selain sebagai tutup kepala dikembangkan juga sebagai Kawai Rajo (Pakaian kebesaran para Penyimbang) pada upacara adat. Pada tahun 1830, Muslimah Nahdatul Ulama di daerah Menggala mendirikan organisasi khusus untuk wanita bernama Fatimi’ah yang bergerak dibidang pembuatan kain khas Lampung seperti Tapis, Songket, Mantok (tenun) termasuk Tuguk Maduaro, Baju Sadariyah dan Tarkidah serta Ngerenda dan Sulam Bubut yang berpusat di Al Hidayah Strat III kampung Menggala.
Para wanita Menggala membuat kain sebagai Sesan untuk dibawa pada saat pernikahan mereka, salah satunya berupa Maduaro yang dibuat dari Benang Selingkang yang didatangkan dari India. Pada periode berikutnya kegiatan menyulam kain Maduaro menjadi kebiasaan para gadis di daerah Menggala untuk mempersiapkan sebagai Sesan.
Dalam perkembangannya kain Maduaro mulai dibawa keluar oleh orang Menggala untuk membina para gadis dalam mengembangkan kerajinan menylam di Way Lima dan Talang Padang. Saat ini daerah persebaran kain sulam maduaro berada selain di Way Lima (KAbupaten Pesawaran), juga sudah ada di Menggala (Kabupaten Tulang Bawang}, dan Talang Padang (Kabupaten Tanggamus).
Sumber: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbjabar
No comments:
Post a Comment