Hukum boleh dipahami sebagai ketentuan yang mengatur atau memberikan ruang yang di dalamnya subyek yang berkenaan boleh berbuat dan batas-batas yang tidak boleh dilanggar; ketentuan ini bersifat kaku, tidak pandang bulu dan berlaku untuk semua tanpa pengecualian. Pengecualian terjadi karena adanya hukum lain yang juga berlaku umum. Tabiat api adalah membakar, misalnya, tetapi tidak semua benda terbakar oleh api. Asbestos, contohnya, tidak terbakar.
Dengan batasan seperti ini, hukum Allah ada dalam beberapa tingkatan. Yang pertama pada tingkatan seluruh wujud; hukum yang berlaku di sini adalah sunnatullah yang disebut juga dengan hukum alam. Bahwa semua makhluk berada sesuai dengan kodratnya: makhluk hidup mengikuti jalan lahir, tumbuh, layu dan musnah; air mengalir ke tempat yang lebih rendah, kecuali kalau ada yang menghalanginya.
Pemikiran Islam: Hukum Allah (2) (Sumber Gambar : Nu Online) |
Pemikiran Islam: Hukum Allah (2)
Kedua, pada tingkatan hubungan antarmanusia. Sebenarnya manusia termasuk ke dalam subyek hukum alam, tetapi karena adanya kehendak dan kemampuan untuk—sampai batas tertentu—menyiasati hukum alam, kelihatan bahwa berlakunya hukum alam pada sebahagian dari kehidupan manusia tidak sama persis dengan yang berlakunya hukum alam pada umumnya.Pada proses alamiah yang berkaitan dengan tubuh manusia, berlaku hukum alam, sementara pada hal-hal yang berkaitan dengan kehendak dan perbuatannya, berlaku hukum-hukum Allah yang khas untuk manusia, yang boleh disebut hukum sosial. Karena banyaknya manusia dengan aneka ragam kehendak, hukum ini kelihatan tidak kaku seperti pada tingkatan pertama, melainkan luwes, berupa kemungkinan-kemungkinan. Misalnya, seseorang tidak mau dipaksa patuh kepada orang lain. Ini hukum alam sosial. Kepatuhan terjadi karena hal-hal “pemaksa”, yang berupa cinta, kasihan, pemahaman, ketakutan, kesamaan tujuan dan harapan akan adanya hasil yang lebih besar dan sebagainya.
Ustadz Felix Siauw Official Blog Resmi Felix Siauw
Sementara itu, kekuatan memaksa ada batasnya, sebagaimana ketakutan orang. Karena itu, penguasa mesti memperhatikan kepentingan rakyatnya, agar kepatuhan mereka lebih tahan lama. Begitu hal-hal yang memaksa rakyat untuk patuh melemah, mereka sangat mungkin akan tidak patuh lagi. Ini hukum alam sosial. Termasuk di dalam hukum alam sosial ini apa yang dapat dipahami dari hadis Nabi bahwa jiwa bertabiat mengelompok, yang saling memahami akan bergabung, sementara yang tak saling memahami akan berceraiKetiga, hukum Allah yang bekerja pada tataran perilaku manusia yang dikaitkan dengan keimanan kepada-Nya. Di sini hukum itu berupa ketentuan-ketentuan yang diturunkan Allah kepada umat manusia. Akan tetapi, wahyu Allah yang turun kepada manusia itu terbatas karena sudah selesai proses turunnya, sementara persoalan yang dihadapi manusia terus bertambah. Karena itu diperlukan metodologi untuk memahami pesan dasar yang ada pada wahyu agar dapat memberikan pegangan kepada mereka di mana pun dan kapan pun.
Ustadz Felix Siauw Official Blog Resmi Felix Siauw
Di sinilah lalu muncul pentingnya petunjuk Nabi yang sejak proses turunnya Al-Qur’an sudah memberikan penjelasan dan kadang-kadang perincian, pembatasan pengertian, perluasan makna dan sebagainya. Kemudian datang pula praktik pengamalan generasi awal setelah Nabi wafat, kebiasaan di suatu tempat (‘urf) dan penalaran.Selain itu, banyak dari teks-teks Al-Qur’an mengandung kemungkinan pemahaman yang berbeda-beda. Karena itu diperlukan ijtihad atau usaha keras untuk menangkap ketentuan yang dimaksudkannya. Di sinilah lalu muncul perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai ketentuan atau hukum Allah yang berkaitan dengan perbuatan manusia (mukallaf).
Dengan demikian, apa yang disebut dengan hukum Allah pada tingkatan ini adalah pemahaman manusia terhadap firman Allah. Boleh juga dikatakan bahwa yang sering kali disebut hukum Allah dalam hal ini adalah hukum buatan manusia yang didasarkan pada firman Allah atau hukum yang dinisbahkan kepada Allah. (Bersambung)
Penulis adalah Mustasyar PBNU
Dari Nu Online: nu.or.id
Ustadz Felix Siauw Official Blog Resmi Felix Siauw Tokoh, Syariah, Budaya Ustadz Felix Siauw Official Blog Resmi Felix Siauw
No comments:
Post a Comment