Seperti menyalahkan pendapat orang lain, menutup diri dari nasihat orang lain, mengganggap dirinya paling benar, dan sebagainya. Tentu akan berbahaya saat ada seseorang yang sudah dianggap orang alim dalam agama, tapi ternyata nihil. Saat orang lain bertanya pada dirinya mengenai perihal agama, dia akan memberikan jawaban yang menyesatkan.
Hal ini berjamur di kalangan mahasiswa, orang-orang perkotaan dan kalangan artis. Mereka yang biasanya disibukkan dalam hal dunia yang sebelumnya tidak pernah atau jarang mengaji, tiba-tiba menyadari kalau dirinya haus akan siraman rohani. Kemudian di sela-sela kesibukannya, mereka belajar agama melalui internet. Website, Youtube dan Instagram agamis mereka kunjungi untuk mengaji. Dengan semangat beragama yang tinggi, mereka pun “ngaji online” ke Mbah Google
Dari hasil ngaji online-nya, kemudian mulai nampak perubahan pada dirinya. Ini ciri-cirinya, kita pahami dengan seksama. Yang sebelumnya suka kumpul dengan temannya, kini mulai menyendiri. Yang sebelumnya suka ketawa bersama, kini mulai suka “menasihati” teman-temannya. Yang sebelumnya berpenampilan modis, kini tampilannya “aneh”. Mereka menyebut dirinya hijrah. Ternyata perubahan yang ada pada dirinya membuat khawatir keluarga dan orang-orang terdekatnya.
Kekhawatiran keluarga dan orang-orang terdekatnya disebabkan dirinya tidak mau bersosialisasi, suka menyalahkan orang-orang yang berbeda dengan dirinya dan tidak mau dinasihati. Fenomena ini ternyata sudah meresahkan. Bagaimana sebagian orang belajar agama dengan instans lalu seolah-olah sudah menguasai ilmu agama.
Kemudian dengan percaya dirinya berdakwah bagaikan ustadz-ustadzah yang sudah pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren bertahun-tahun. Hal ini bukan semangatnya yang salah tapi belajarnya yang salah.
Wahai Akhi, belajarlah agama bareng Nahdlatul Ulama
Belajar agama tidaklah sederhana. Tidak cukup hanya bermodalkan semangat. Tidak hanya tentang benar dan salah. Tidak hanya tentang surga dan neraka. Tapi, belajar agama lebih dari itu. Belajar agama tentang bagaimana seorang makhluk mengenal Tuhannya. Belajar agama tentang bagaimana seorang makhluk bisa bermanfaat kepada makhluk lainnya. Dan belajar agama tentang bagaimana seorang makhluk menyadari akan eksistensi dirinya sebagai seorang makhluk yang tidak bisa apa-apa dan memiliki apa-apa. Di NU-lah akan diajari hal-hal seperti ini.
Selain itu, di dalam agama ada banyak perbedaan pendapat. Ulama masyhur yang diikuti oleh mayoritas umat islam setidaknya ada 4 yaitu Imam Syafi’I, Imam Hambali, Imam Maliki dan Imam Hanafi. Dan mayoritas umat islam di Indonesia mengikuti Imam Syafi’i.
Hal ini tentu tidak akan didapat jika hanya “ngaji online”. Apalagi kalau “ngaji online” kepada ustadz yang tidak jelas latar belajang pendidikan agamanya. Hanya di NU, akan kenalkan perbedaan-perbedaan pendapat dalam Islam. Sehingga bisa bijak dalam beragama.
Belajarlah agama di NU, yang banyak ulamanya dan jelas keilmuannya.
Yogyakarta, 18 Juli 2018
bangkitmedia.co.id | Ali Ruslan, Sekretaris LAZISNU Kota Yogyakarta
No comments:
Post a Comment