Kombinasi Prabowo-AHY atau Prabowo-Anies adalah paling rasional buat umat dengan kondisi politik saat ini yang berpeluang untuk menumbangkan elektabilitas petahana. Cawapres Prabowo nanti memang gak akan jauh jauh dari nama Anies Baswedan atau Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Karena keduanya adalah pasangan paling rasional jika Prabowo menargetkan ceruk suara yang lebih besar.
Ceruk Pemilih Anies dan AHY sama sama besar, hal ini sudah berkali kali saya tulis dalam berbagai kesempatan.
Ceruk pemilih Millenial saat ini di angka 40%, dan Prabowo mengatakan membutuhkan Cawapres yang bisa mewakili angka 40% tadi, hal inilah yang kemarin ditekankan pak Prabowo saat bertemu SBY-AHY.
Kalau dalam filsafat politik, haluan politik Anies dan AHY sama sama berwarna sama, dengan warna sama itulah maka ceruk pemilih dan segmentasi pemilih mereka berdua juga hampir relatif sama.
Dalam hal jaringan dan lobi internasioanal, segmentasi Anies dan AHY juga sama sama mudah diterima, kita jangan lupa, tipikal negara kita ini masih butuh negara lain dalam hal ini sesuai dengan teori interdependensi politik.
Nama Anies masih memungkinkan masuk bursa cawapres Prabowo karena memang masalah Prabowo-AHY belum final, SBY pun mengaminkan hal itu dengan alasan rasionalitas politik.
Nama Anies juga masih berpeluang masuk karena Anies adalah tipikal tokoh yang gak akan ditolak oleh Kubu SBY jikapun Prabowo nanti memilih Anies, Demokrat tetap akan bersama Gerindra mendukung Prabowo-Anies jika finalnya begitu.
Dengan realita ini, harapan PKS menyodorkan kadernya ke Prabowo sebagai cawapres bisa dikatakan sudah hampir final akan ditolak. Kalau melihat kriteria cawapres yang disyaratkan Prabowo, maka Aher dan Salim Segaf yang selama ini di-branding sebagai ulama dan hafidz alQuran jelas gak masuk sama sekali. Aher dan Salim Segaf tidak mewakili kalangan millenial komunitas 40% yang diinginkan Prabowo.
Di PKS, Jika mau dicari tokoh yang masuk kriteria yang dimaksud prabowo ada pada diri Anis Matta, tapi karena selama ini PKS tidak solid dan tidak mau firm mendukung Anis Matta dan gak pernah mau menyodorkan serius nama Anis ke Prabowo sejak awal.
Sekarang PKS sudah hampir final ditikung, bahan ditelikung, oleh Demokrat, padahal Demokrat adalah orang baru dalam hal koalisi dengan Gerindra, ini karena Prabowo gak punya waktu menunggu konflik elit PKS yang jalan di tempat dan tidak mereda dengan egosentrisnya yang tetap ngotot.
Kerugian PKS tentu sangat jelas, dengan tidak adanya kader PKS yang masuk bursa capres cawapres, maka bisa dipastikan hilangnya kesempatan PKS menaikkan elektoralnya di pileg dan pilres nanti, apalagi kalau melihat komposisi Caleg-caleg PKS yang sudah didaftarkan ke KPU, rata rata calegnya lemah; lemah elektoral, lemah juga kesiapannya dalam menghadapi pemilu.
Jika melihat lagi ke pilpres, maka sisa PR umat saat ini adalah mengajak PKB ke gerbong Gerindra untuk mendukung Prabowo, karena sejak awal, Demokrat dan PKB adalah kuda hitam dan merupakan kekuatan sangat menentukan di Pilpres 2019.
Sekali lagi umat butuh SBY dan Muhaimin Iskandar sebagai pemilik dua partai papan tengah dengan prediksi raihan suara 2019 nanti sebesar 20an juta suara, untuk membantu menguatkan logistik capres poros umat, dalam politik kadang kita harus mau makan malam sama jin sekalipun.
Karena jika Prabowo kembali hanya mengandalkan PKS-PAN seperti pada pilpres 2014, maka kekalahan yang sama di 2014 juga bisa kembali terjadi di pilpres 2019.
Di sini Prabowo butuh pelobi hebat untuk menarik gerbong PKB-NU masuk ke gerbong Prabowo, kalau berhasil, maka kekuatan Prabowo (Gerindra-PKS-PAN-PKB-Demokrat-PBB-Berkarya) sudah bisa dikatakan kuat untuk head to head dengan koalisi Jokowi (PDIP-Golkar-Hanura-Nasdem-PPP-PSI-Perindo). Ini komposisi yang bagus.
Karena siapapun wakil yang akan dipilih Jokowi nanti gak akan bisa berdampak banyak ke Jokowi, karena masalah utama ada di Jokowi itu sendiri, kekuatan Jokowi langsung akan menyusut, survei terbaru juga menunjukkan elektabiltas Jokowi menurun tajam 1 bulan terakhir.
SBY juga sudah memberikan sinyal bahwa akan sulit bagi Demokrat untuk mendukung Jokowi karena di sana tidak ada mutual trust dan mutual respect, saya paham, yang dimaksud SBY adalah Megawati yang memang tidak suka sama SBY sejak kekalahan Megawati pada pilpres 2004. Sinyal SBY ini adalah positif dan kabar baik.
Megawati rupanya masih dendam sama SBY, dan tanpa sadar, jangan sampai dendam ini bisa jadi akan kembali menghancurkan poros Megawati 2019 nanti.
pepnews | Tengku Zulkifli Usman, Analis Politik.
No comments:
Post a Comment