Mantan Presiden RI yang juga Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyon0 atau SBY merasa ada hambatan dan rintangan dalam berkoalisi dengan Presiden Joko Widodo.
Pernyataan itu langsung dibantah oleh juru bicara Istana Ali Mochtar Ngabalin yang mengatakan tidak ada hambatan atau rintangan dalam berkomunikasi dengan Presiden Jokowi, malah sudah ada kesepakatan antara Presiden Jokowi dengan SBY yang mana AHY akan mendapat posisi sebagai menteri pada 2019.
Bahkan Romy atau Romahurmuziy yang juga Ketum PPP juga membenarkan soal kesepakatan antara SBY dengan Presiden Jokowi, dan jabatan menteri untuk AHY juga sudah disepakati keduanya. Menurut Romy memang SBY menyodorkan atau menawarkan AHY kepada Jokowi sebagai cawapres dan ini wajar saja dan bukan suatu rahasia.
Akibat pernyataan Ngabalin dan Romy itu SBY memberikan peringatan atau tanggapan dan meminta keduanya untuk berhati-hati dalam memberikan pernyataan.
SBY merasa ia bukan bawahan Presiden Jokowi dan jadi bebas untuk menentukan pilihan dalam memberikan dukungan.
Bahkan SBY memberikan alasannya soal hambatan dan rintangan dalam berkoalisi dengan presiden Jokowi, yaitu soal hubungan yang tidak baik dengan Megawati Soekarnoputri.
Seolah Megawati menjadi “kambing item” soal batalnya partai Demokrat untuk merapat atau berkoalisi dengan Jokowi.
Masyarakat atau publik sudah tahu kalau hubungan kedua mantan Presiden itu tidak harmonis. Tetapi kalau ketidakharmonisan itu dijadikan alasan batalnya dukungan atau berkoalisi dengan Jokowi adalah alasan yang dicari-cari.
Kenapa? Karena kalau benar ada hambatan dan rintangan untuk berkomunikasi dengan Jokowi, kenapa bisa bertemu di Istana Bogor yang tidak diketahui oleh masyarakat atau publik? Dan komunikasi lewat telpon juga lancar tidak ada hambatan. Bahkan AHY juga sempat bertemu dengan Sekneg, yaitu Pratikno.
Inilah yang dinamakan mencari kambing item, memang kambing item sekarang lagi laku. Di DKI Jakarta, kambing item juga disalahkan berkaitan dengan Kali Item.
Marahnya SBY terhadap Romy adalah terkait pernyataan yang mengatakan tawaran SBY untuk menyodorkan AHY untuk posisi sebagai cawapres. Dan pernyataan cawapres ini yang membuat SBY gerah atau tidak nyaman. Seolah-olah mengejar jabatan cawapres. Padahal emang iya. Nyatanya disodorkan ke sana ke sini. Dan hanya ditawar untuk posisi menteri.
Sebenarnya untuk pangkat Mayor mendapat jabatan menteri itu udah berkah alhamdulilah. Zaman orde baru untuk jabatan Bupati itu pangkatnya minimal adalah Kolonel.
Dan masyarakat atau publik juga sudah tahu bahwa AHY adalah harga mati untuk posisi sebagai capres dan cawapres, bahkan pernyataan itu keluar dari mulut petinggi DPP Demokrat. Kenapa harus malu-malu dan mengingakarinya.
Bukahkah keinginan membentuk poros ketiga adalah untuk memuluskan AHY sebagai capres atau cawapres?Sekalipun poros ketiga itu sulit untuk terbentuk dan malah gagal.
Bahkan ada alasan yang terkesan mengada-ada seperti yang diucapkan oleh petinggi partai PAN, bahwa gagalnya Demokrat merapat ke Istana karena tidak mau didikte oleh Megawati dan Jokowi.
Sekalipun Megawati itu tidak harmonis dengan SBY, tetapi Megawati tidak pernah sampai detik ini membahas hubungan yang tidak baik dengan SBY dengan menyindir atau mengungkapkan di depan wartawan atau publik. Tetapi malah sebaliknya, SBY sering curhat hubungan yang tidak harmonis ini menjadi sebab hambatan dan rintangan dalam berkoalisi.
Memanglah SBY ini kalau ada perhelatan seperti pilkada atau menjelang pilpres suka berkeluh-kesah di hadapan khalayak atau publik, kadang lewat medsos. Mungkin sudah bawaah dari orok. Dan ini sudah menjadi kebiasaan yang bersangkutan. Entah sekedar ingin mencari simpati atau mencari dukungan.
Sudahlan jangan mencari kambing item, toh wajar dan biasa dalam politik ada transaksi soal jabatan, kenapa harus malu-malu, bahwa memang benar menginginkan AHY sebagai cawapres!
Dan itu menjadi syarat berkoalisi. Toh semua partai pendukung juga melakukan hal yang sama, mengajukan kadernya, tetapi tidak calon tunggal dan memaksakan harus dari partainya cawapresnya.
pepnews.com | Kasihanto Anto/opini
No comments:
Post a Comment