Keputusan Joko Widodo (Jokowi) pada Kamis malam kemarin mengejutkan sebagian kalangan. Kabar kuat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menjadi kandidat wakil Jokowi tiba-tiba tersisih oleh Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Ma’ruf Amin.
Namun, sebenarnya ada yang mirip dari dua tokoh itu, yakni sama-sama representasi “umat” sebagai penggambaran “muslim santri”. Ini satu di antara segmen besar yang akan diperebutkan pada Pilpres 2019, selain kalangan muda atau milenial.
Upaya Jokowi mendekati muslim santri makin intens sejak tahun lalu. Hal ini seiring pemilihan gubernur DKI Jakarta yang diwarnai gegap-gempita aksi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama yang kerap mengusung tema umat. Karena itu, mantan Wali Kota Solo itu tak mengendurkan langkahnya pada tahun ini. Blusukan ke pesantren, bagi-bagi sertifikat tanah hingga sepeda, serta peluncuran bank wakaf mikro di tengah kelompok umat kerap dilakukan.
Misalnya, pada 14 Maret 2018, Jokowi datang ke Pondok Pesantren An Nawawi di Balaraja, Serang, Banten. Mengenakan setelan peci, jas, dan sarung, dia disambut Ma’ruf Amin yang juga pendiri pesantren tersebut. Dalam kesempatan itu, mereka sempat membahas Bank Wakaf Mirko An Nawawi. Menurut Jokowi, lembaga keuangan ini bisa menjadi solusi pendanaan warga sekitar dibandingkan harus berurusan dengan rentenir.
Selain pesantren, Presiden Jokowi kerap datang ke kegiatan-kegiatan ormas Islam. Pertengahan pekan ini, misalnya, dia hadir di aula gedung pemerintahan Kabupaten Bogor untuk membuka Pendidikan Kader Ulama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Angkatan XII.
Dalam kata pengantarnya, Jokowi menekankan bahwa Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia dan memiliki sekurangnya 714 suku sehingga wajib menjaga persatuan. Dia sempat meminta agar iklim politik menjelang Pilpres 2019 tidak menimbulkan kebencian, namun prasangka baik sesama umat. “Ini tugas untuk disiarkan terus,” kata Jokowi.
Ketika itu, Jokowi mengenakan jas kenegaraan berbalut sarung beraneka warna. Tidak lupa songkok hitam terpasang rapih di kepala. Narasi besar yang diangkat mulai dari semangat menjaga ukhuwah Islamiyah dan wathaniyah alias persaudaraan Islam dan kebangsaan hingga janji meningkatkan harkat umat melalui perbaikan kondisi ekonomi.
Walau kegiatannya banyak disorot sebagai upaya politik mendekati golongan muslim, Jokowi memiliki alasan sendiri mengapa pesantren selalu disempatkan dalam setiap kunjungannya ke daerah. Menurut dia, pesantren merupakan salah satu pendukung utama pembangunan karakter bangsa sehingga perlu perhatian khusus. “Hal-hal terkait akhlak, perilaku, dan etika dibangun sangat baik di pondok pesantren,” ujarnya.
Bila melihat serangkain langkah yang diambil, tidak mengherankan ketika Jokowi akhirnya memilih Ma’ruf Amin sebagai bakal calon Wakil Presidennya. Dengan menggandeng Amin, dia merasa telah memunculkan komponen pemimpin bangsa yang nasionalis-religius untuk berlaga menghadapi rivalnya nanti, pasangan capres Prabowo Subianto - Sandiaga Uno. “Beliau sosok ulama bijaksana, dihormati umat Islam Tanah Air,” kata Jokowi.
Bukan hanya kelompok Islam, pendulum mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga kerap berayun kepada wajah-wajah muda atau milenial. Berbeda ketika mendatangai kelompok sebelumnya, di kalangan ini Jokowi muncul dengan penampilan lebih modis, misanya memakai sepatu sneakers, jaket jeans, hingga t-shirt. Biasanya, agenda diisi dengan petuah Jokowi kepada generasi tersebut dan diakhiri dengan swafoto. Foto-foto unggahan kerap bermunculan di akun media sosial milenial yang mayoritas memiliki pengikut banyak tersebut.
Representasi blusukan di kelompok ini misalnya mendatangi acara festival musik elektronik, mencicipi kopi di kedai khas anak muda, membeli jaket jeans, hingga memesan motor chopper untuk dikendarainya. Saat bertemu santri Jokowi kerap melontarkan pesan memperkuat semangat keagamaan dan kebangsaan, ketika bertemu para milenial dia memiliki seruan lain.
Jokowi mengaku ingin membaca pemikiran kaum muda agar pemerintah tidak keliru dalam mempersiapkan kebijakan ke depan. “Kami harus melihat bagaimana anak muda dan generasi milenial kita,” kata Jokowi usai menonton acara musik “We The Fest” tahun lalu.
Segmen milenial memang memiliki potensi pemilih cukup besar. Survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) yang bertajuk Orientasi Sosial, Ekonomi dan Politik Generasi Milenial menyebutkan bahwa dari 600 milenial, elektabilitas Jokowi mencapai 33 persen, lebih tinggi Prabowo Subianto yang hanya mendapat tingkat kesukaan 25 persen.
Dari survei yang sama, 30,6 persen pengguna media sosial Facebook memilih Jokowi sebagai Presiden, 2 persen lebih banyak dari Prabowo. Selain itu lebih dari 80 persen milenial optimistis pemerintahan di bawah Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mampu meningkatkan pembangunan.
Kejadian berbanding lurus juga terjadi di kelompok muslim. Survei Populi Center menyebut Jokowi unggul atas Prabowo di banyak organisasi Islam besar seperti Nahdatul Ulama (NU) sebanyak 66 %, Muhammadiyah (56,4 %), hingga Persatuan Islam atau Persis (61,9 %). Bahkan, Jokowi juga masih unggul dari Prabowo di segmen umat Islam yang tidak terikat organisasi dengan rasio 57,1 persen. “NU adalah pendukung terbesar Jokowi,” kata peneliti Populi Center Hartanto Rosojadi sebagaimana dikutip Kompas.
Pilihan Jokowi menggarap dua segmen ini diyakini akan menjadi kekuatannya dalam Pilpres mendatang. Dengan menggandeng Ma’ruf Amin, Jokowi dapat berfokus untuk menggarap kalangan milenial sementara Ma’ruf menggarap pemilih muslim.
Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qadari bahkan memprediksi kekuatan Jokowi sesungguhnya berada pada milenial. Hal itu mengingat Jokowi telah menggarap pemilih ini sejak 2014. Tak hanya itu, Qadari memastikan lawan terdekatnya yakni Sandiaga Uno bahkan tidak memiliki orisinalitas tersebut. “Hanya Jokowi yang tidak berubah gaya sejak lama,” ujarnya.
Meski demikian, Jokowi juga memiliki potensi berebut pemilih milenial dengan keberadaan Agus Harimurti Yudhoyono. Ini lantaran umur Agus masih berada di bawah 45 tahun dan dapat menjadi faktor mengejutkan Jokowi. “Sedangkan untuk pemilih Islam sudah tidak ada masalah.” kata pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio.
katadata.co.id
No comments:
Post a Comment